2 Mei 2012

3. Raja-Raja Kerajaan Makassar











Tumanurung adalah raja pertama dalam silsilah Kerajaan Gowa. Ia dinobatkan sebagai raja berdasarkan kesepakatan antara Tumanurung di satu pihak dan Paccallaya bersama dengan Kasuwiyang Salapang dipihak lain. Kasuwiyang Salapang sebagai raja-raja negeri bersepakat untuk menyerahkan kekuasaan kepada Tumanurung sebagai raja. Sebaliknya, Kasuwiyang Salapang akan dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan, seperti masalah perang dan damai. Pelantikan Tumanurung sebagai raja diperkirakan terjadi pada abad XIV. Tidak diketahui secara pasti tentang lamanya Tumanurung berkuasa. Lontara Makassar (sumber sejarah) menyebutkan bahwa ia digantikan oleh putranya bernama Tomassalangga Barayang.1 Menurut mitos masyarakat Gowa, Tumanurung adalah seorang putri yang turun dari kayangan disebuah tempat bernama Takak Bassia. Ia datang secara luar biasa tanpa diketahui nama dan tempat asalnya, sehingga disebut saja Tumanurung (orang yang turun dari langit). Tumanurung kawin dengan Karaeng Bajo yang juga seorang pendatang aneh yang tidak diketahui asal daerahnya. Hanya dikatakan ia datang dari arah selatan bersama seorang temannya yang bernama Lakipadada.2

Raja Gowa VI, Tonatangka Lopi, memerintah dari tahun 1445 sampai 1460. Pada akhir pemerintahannya, ada pembagian wilayah Kerajaan Gowa terhadap dua orang putranya, yaitu Batara Gowa dan Karaeng Loe ri Sero. Batara Gowa melanjutkan kekuasaan di Gowa sebagai Raja Gowa VII, pengganti Tonatangka Lopi yang meninggal dunia. Wilayah Kekuasaannya meliputi: Paccelekang, Pattalasang, Bontomanai Ilau, Bontomanai ‘iraya, Tombolo dan Mangasa. Sedang adiknya, Karaeng Loe ri Sero, mendirikan kerajaan baru yang bernama Kerajaan Tallo dengan wilayah sebagai berikut: Saumata, Pannampu, Moncong Loe dan Parang Loe.3

Raja Gowa X, I Mariogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tonipalangga Ulaweng memerintah 1546-1565. Pada masa pemerintahannya kedua kerajaan kembar, Gowa dan Tallo kembali menjadi satu kerajaan, yang sekarang lebih dikenal dengan kerajaan Makassar. Raja Tallo sekaligus menjabat sebagai mangkubumi Kerajaan Makassar. Mangkubumi saat itu adalah Nappakata'tana Daeng Padulung.4 Raja Makassar periode 1593 sampai 1639 adalah I Mangarangi Daeng Manrabia Sultan Alauddin. Beliaulah yang mula-mula memeluk Agama Islam di Sulawesi Selatan bertepatan pada malam Jumat tanggal 22 September 1605 atau 9 Jumadil-awal 1014 (H). Adapun yang meng-islamkan kedua raja tersebut dan penduduk Kerajaan Gowa-Tallo adalah Abdul Makmur atau Khatib Tunggal yang lebih populer dengan nama Datuk ri Bandang yang berasal dari Minangkabau Sumatra Barat yang tiba di Tallo (Makassar) pada bulan September 1605. Pada hari Jumat, tanggal 9 November 1607 diadakanlah sembahyang Jumat pertama di Mesjid Tallo dan dinyatakan penduduk Kerajaan Makassar telah memeluk Agama Islam dan sebagai agama resmi, bersamaan pula diadakan sembahyang Jumat di Masjid Mangallekana di Somba Opu.5

Pada masa beliau, dibangun pula Benteng Panakukang yang terletak antara Somba Opu dengan Barombong. Pada masa sultan pertama ini, Makassar mengalahkan sebagian besar negeri-negeri Pulau Sulawesi, kepulauan Timor, dan sebagian Kalimantan.6 Pada masa pemerintahannya, kerajaan menjalin persahabatan dengan raja Aceh dan Mataram, negeri Bulukumba, Bisulu, Sindereng, Lamuru, Soppeng, Wajo, sebagian Tempe, Bulu’, Cenrana, Wawonio, Bilokka, Lemo, Pekkalabbu, Cempaga dan lain-lain. Kemudian Makassar juga mengalahkan Bima, Dompu, Sumbawa, Kekelu, Sanggara, Buton, Pancana, Tubungku, Banggai, Buol, Gorontalo, Larompong, Selaparang (Lombok), Pasere (Kalimantan Selatan), Kutai dan lainnya. Pada masa pemerintahannya pula, sedang berlangsung persaingan antara Kerajaan Makassar dan Tellunpoccoe (aliansi Kerajaan Wajo, Soppeng dan Bone) untuk menguasai hegemoni politik dikawasan Sulawesi Selatan.7

Selanjutnya, Raja Makassar periode 1653-1669 adalah I Malombassi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape Sultan Hasanuddin Tomenanga ri Ballapangkana, yang diangkat sebagai pahlawan nasional, karena keberaniannya menentang penjajah. Beliau dilahirkan pada 12 Juni 1631 dan wafat 12 Juni 1670. Pada pemerintahannya, antara tahun 1655 sampai 1669 terjadi peperangan antara Kerajaan Makassar dengan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). Benteng Ujung Pandang direbut oleh VOC pada hari Selasa, tanggal 18 Nopember 1667, dengan kekalahan tersebut, dibuatlah Perjanjian Bongaya (Het Bongaisch Verdrag) antara Kerajaan Makassar dengan VOC, kemudian Benteng Ujung Pandang diganti namanya oleh Admiral Cornelis Janszoon Speelman menjadi Port Rotterdam dan kemudian ditempati oleh Belanda sebagai pusat pemerintahan militer dan sipil.8



1 Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa (Abad XVI sampai Abad XVII), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, hlm. 21.
2 Abu Hamid, Syekh Yusuf Makassar:Seorang Ulama, Sufi, dan Pejuang, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994, hlm. 30-31.
3 Harun Kadir, Sejarah Daerah Sulawesi Selatan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978, hlm. 27.
4 Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa (Abad XVI sampai Abad XVII), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, hlm. 22.
5 J. Noorduyn, De Islamisering van Makassar, dalam BKI, No. 112, 1956, hlm. 249.
6 Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa (Abad XVI sampai Abad XVII), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, hlm. 29.
7 Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa (Abad XVI sampai Abad XVII), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, hlm. 113.
8 Abu Hamid, Syekh Yusuf Makassar:Seorang Ulama, Sufi, dan Pejuang, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994, hlm. 213.

Tidak ada komentar: